Sabtu, 26 Oktober 2013

ANALISIS PENGARUH KEDALAMAN, SUHU, DAN SALINITAS TERHADAP KECEPATAN SUARA DI SAMUDERA HINDIA



Samudera Hindia yang saya ambil datanya merupakan samudera yang berada di daerah antara Australia Selatan dan Australia Barat, terletak pada 30.0000° S dan 135.0000° E. Samudera Hindia memiliki suhu rata-rata sekitar 14 hingga 17oC, arus pada letak samudera yang saya ambil pun rata-rata tidak terlalu kencang karena terhalang oleh benua Australia dan karena adanya rangkaian karang. Pada dasar samudera yang berbatasan dengan benua Asia terdapat pusat tubrukan antara lempeng Asia dan lempeng dasar samudera sehingga menjadi daerah labil atau pusat gempa bagi negara-negara Asia seperti Indonesia, India, Afghanistan dan Iran. Samudera Hindia jarang menimbulkan badai besar seperti Samudera Pasifik, sehingga pelayaran melalui Samudera Hindia relatif aman.

Profil Grafik Musim Peralihan 2

Profil Grafik Musim Timur

Profil Grafik Musim Peralihan 1

Profil Grafik Musim Barat




Profil grafik dari keempat musim yang telah dicantumkan diatas menunjukkan bahwa profil suhu atau temperatur tidak menampakan suatu perubahan besar terhadap kedalaman. Penurunan temperatur rata-rata terjadi secara konstan pada lapisan deep layer yang dikarenakan kurangnya intensitas cahaya matahari dan adanya arus dan tekanan yang tinggi pada lapisan tersebut. Lapisan deep layer adalah lapisan yang berada di kedalaman 1500 m ke bawah di dasar laut.
Gelombang suara dapat didefinisikan sebagai suatu gelombang yang bergerak pada suatu media yang pada umumnya bergerak dengan kecepatan 760 mil per jam. Perlu diketahui bahwa cepat rambat suatu gelombang suara akan bergerak jauh lebih cepat pada media air, dalam hal ini air laut, cepat rambatnya bisa sampai empat kali lebih cepat daripada di udara. Dapat dilihat pada keempat grafik kecepatan suara pada setiap musim diatas bahwa kecepatan suara semakin berkurang seiring dalamnya suatu perairan laut. Hal ini berkaitan dengan penurunan suhu yang juga semakin menurun di setiap grafik di setiap musimnya. Kecepatan suara bergantung pada densitas suatu media, apabila media tersebut memiliki suhu rendah, maka densitas atau kerapatan partikelnyapun rendah, yang mengindikasikan kurang tingginya cepat rambat gelombang suara. Hal lain yang mempengaruhi cepat rambat gelombang suara pada perairan adalah modulus bulk, dimana semakin besar nilai modulus bulk pada zat cair maka cepat rambat bunyi pada zat cair tersebut akan semakin besar. Modulus bulk pada perairan laut sendiri akan memiliki nominal yang lebih besar pada perairan berpartikel lebih beragam, dalam hal ini memiliki salinitas yang tinggi, karena semakin tinggi salinitasnya, semakin tinggi kerapatan partikel suatu perairan tersebut, ditambah dengan tingginya temperatur maka dapat disimpulkan adanya  keterkaitan antara suhu dan salinitas permukaan dan kedalaman laut pada kecepatan gelombang suara.
Salinitas setiap musim terlihat bahwa tingkat salinitas lebih besar di permukaan perairan daripada di kedalaman, dikarenakan pada daerah perairan ini terjadi evaporasi yang tinggi. Dapat dilihat juga bahwa pada musim barat salinitas permukaan lebih rendah daripada musim lainnya, karena pada musim barat terjadi hujan yang mengakibatkan sedikitnya evaporasi dan naiknya massa air permukaan karena hujan. Salinitas tertinggi terjadi pada musim peralihan 1, hal ini disebabkan penurunan curah hujan yang terjadi antara bulan Februari dan bulan Maret. Hal yang sama juga berlaku pada grafik suhu yang lebih rendah pada musim barat dan tinggi pada musim peralihan 1 yang disebabkan oleh faktor penurunan curah hujan dan peningkatan intensitas cahaya matahari. Dari grafik diatas dapat dilihat pula penurunan selalu terjadi pada kisaran kedalaman 200m hingga 400m, baik penurunan kecepatan gelombang suara, salinitas, atau temperatur.

DAFTAR PUSTAKA

http://oseanografi.blogspot.com/2005/07/salinitas-air-laut.html
http://www.scribd.com/doc/54314353/Salinitas
Nontji, A. (2007). Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.
Surya, Yohanes. (2003). Fisika itu Asyik 2. Jakarta: PT SDM.
Wigen, Kären. (2007). Seascapes: Maritime Histories, Littoral Cultures, and Transoceanic Exchanges. University of  Hawaii


THX!

1 komentar: